Kamis, 24 Januari 2019

Ku dan Kau

Ku dan Kau
Tak kusadar aku termenung dalam bisuku, ketika hujan tidak menampakkan bulir-bulir airnya. Kutuliskan sebuah kisah dimana diriku dan dirikau mengenal tentang suata perasaan disertai canda tawa diantara kita. Perasaan yang menuntutku agar tidak hilang ditelan jenuh, seakan aku bertanya-tanya akan hal tersebut.

Diriku bagaikan daun pandan yang bergerak tanpa diiringi hembusan angin yang terarah. Hingga suatu saat kita berencana untuk menjadwal dimana satu hari itu adalah waktu untuk kita bersama. Menggali lebih dalam lagi tentang perasaan itu, dan melepas rindu kita. Diriku terus bertanya-tanya “akankah waktu ini masih panjang?” atau malah waktu ini menjadi yang terakhir bagiku untuk mengucapkan farewell pada dirikau.

Aku berusaha tidak lagi memikirkan akan hal itu, yang terpenting kita pernah bersama dalam canda tawa. Oiyah hampir saja lupa namaku Ehsan, aku tinggal disebuah desa paling ujung Pulau Madura yang bernama Desa Leggung, Kabupaten Sumenep. Disanalah kenangan indah yang pernah terukir dalam diriku. Dekat rumahku terdapat sebuah pantai yang sangat indah, dengan ciri khasnya tersendiri yaitu pohon cemara.

Disisi lain keindahan pantai terdapat hiruk piruk kesibukan warga pinggiran pantai. Merajut jaring, dan membuat pancing demi mengais nafkahnya sehari-hari. Tak jarang diriku dan seorang sahabatku yang bernama Rahmat bercanda gurau di pinggiran pantai melepas penat dan jenuh kita selama seharian sekolah.

Diiringi hembusan angin pantai yang sepoi-sepoi memaksa pohon cemara membuat sebuah nada. Diriku mah apa.... hanyalah seorang anak desa yang tinggal dipinggir pantai yang hanya sesering mendengar desahan dari ombak yang saling bertengkar, tidak seperti anak kota yang bisanya hanya menyuruh dan langsung terwujud.

Disamping itu juga sesering mendengar lalu lalang suara kendaraan bermotor. Namun diriku masih terus bersyukur akan daerah tanah lahirku ini dan desaku ini yang masih tenang disertai udaranya yang segar. Suatu hari diriku dan Rahmat duduk-duduk di pinggir pantai sambil memandang bentangan pantai yang indah membiru dan membicarakan akan keinginan masing-masing.

“Yang aku inginkan hanya waktu tidaklah cepat untuk memakan hal yang terpenting,” ujarku. Rahmat pun tersenyum yang menandakan satu keinginan denganku. Rahmat adalah sahabatku dari sejak sd, dia sangat baik dan sabar dalam menghadapi sikapku. Keesokan harinya disekolah, tibalah pengumuman kelulusan yang dinanti-nanti.

Hatiku berdebar-debar seakan dikejar seekor angsa yang hendak mematuk bokongku dari belakang, hehehe. Ketika kulihat ternyata diriku lulus dan diterima Sekolah Menengah Atas di Kota Sumenep, selain itu Rahmat juga lulus namun dia diterima sekolah diluar Kota Sumenep, didalam hati diriku ikut senang.
Sepulang sekolah diriku langsung menuju tempat biasanya duduk bersama Rahmat meratapi keindahan birunya pantai dan hembusan angin yang pernah terukir kenangan untuk yang terakhir kalinya hanya seorang diri.

Terlihat seorang Rahmat dengan wajah ingin mengatakan sesuatu yang hendak menghampiriku,” aku diterima di Sekolah Menengah Atas di Surabaya,” ujarnya.
“ Wah selamat yah mat,” sambungku dengan wajah bahagia diiringi keterharuan.
“ Aku minta maaf kalau banyak salah ke kamu ril,” ujarnya.
Diriku hanya mengangguk bisu dan sambil salaman diselingi memukul bahunya perlahan. “Kalau balik lagi kesini jangan lupa membawa buah tangan untukku yah, jaga kesehatan kau boss," ujarku padanya.
“Siap boss,” ujarnya dengan ditemani senyumannya yang khas.
“ Pulang yuk udah hampir malam ini,” sambungnya.

Rahmat dan aku pun pulang dengan diiringi indahnya senja di pinggir pantai yang hendak terganti oleh gelapnya malam. Waktu pun terus berjalan, hingga suatu saat diriku merebah disebuah pohon cemara dan merenung tentang sebuah kenangan indah bersama sahabatku. Hingga diriku terkadang tersenyun sendiri ketika mengingatnya.

Seakan kenangan itu terjadi pada saat sekarang, namun kenyataan berkata lain. Sempat terlintas dalam pikiranku mungkin saja Rahmat sibuk dengan tugas-tugas dan mungkin aku pun juga begitu. Hingga aku putuskan, jika diriku bertemu dengan si Rahmat akan menyambutnya dengan suatu hal spesial, yang sebelumnya belum pernah kita lakukan.

 Dan diriku berpikir bahwa perpisahan itu bukanlah akhir dari suatu persahabatan, namun awal dari lanjutan lembaran tentang persahabatan yang dulu, takkan hilang dalam diri masing-masing dan akan menjadi kenangan yang terindah. Dan janganlah jadikan perpisahan sebagai suatu penyesalan, jadikanlah perpisahan itu sebuah kebahagiaan dalam rasa terharu kita yang telah melewatinya dengan canda tawa dan duka.

Diriku masih terus bersyukur kepada Tuhan karena mengaruniai secuil kebahagiaan padaku lewat seorang sahabat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar